Jakarta - Kisah Laila Febriani kembali mengingatkan kita bahwa ada sebuah gerakan mengatasnamakan agama selain teroris yang harus diwaspadai. Gerakan ini tidak melakukan pengeboman, tapi melakukan pencucian otak. Mereka berkeliaran di sekeliling kita. Gerakan ini terorganisir rapi dan telah memakan korban yang sangat banyak.
Lian adalah calon pegawai negeri sipil (CPNS) di Bagian Tata Usaha, Direktorat Bandar Udara, Ditjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan. Perempuan berkerudung ini hilang Kamis (7/4/2011) lalu setelah makan siang dengan temannya. Ia kemudian ditemukan pada Jumat (8/4/2011) di Masjid Ata'awwun, Puncak, Bogor, Jawa Barat.
Saat ditemukan, Lian dalam kondisi menyedihkan. Ia hilang ingatan.Jangankan ingat keluarganya, namanya sendiri bahkan ia lupa. Yang dia tahu namanya Maryam bukan Lian. Sang suami yang datang menjemput pun tidak dikenalinya. Saat sang suami, Teguh Simanjuntak, mengajaknya salaman, Lian langsung menepis tangannya dengan alasan bukan muhrim.
Penampilan Lian juga berubah. Ibu satu anak itu yang biasanya mengenakan kerudung berubah menjadi memakai cadar. Ia pun membawa dua buku bertema jihad dan terus-terusan membacanya. "Saya ke sini mau berjihad," kata Lian saat ditanya petugas masjid tentang tujuannya datang ke Masjid Atta'awwun.
Hingga kini Lian masih dalam masa pemulihan untuk mengembalikan ingatannya yang hilang. Polisi belum bisa memintai keterangan CPNS Kementerian Perhubungan itu.
Dari keterangan keluarga dan petugas masjid yang menemukannya, Lian mengaku sempat dibawa ke tempat pengajian yang isinya perempuan bercadar dan laki-laki berjenggot. Ia juga sempat dimandikan oleh kelompok tersebut. Sementara selama perjalanan, mata Lian ditutup dan terus-terusan dicekoki kopi hingga ia muntah-muntah.
Belum ketahuan siapa yang membuat Lian hilang dan kemudian hilang ingatan. Namun keluarga yakin Lian mengalami cuci otak. Karena belum bisa meminta keterangan Lian, polisi pun belum bisa menyimpulkan siapa pelaku cuci otak CPNS Kementerian Perhubungan ini.
Namun sejumlah kalangan meyakini Lian menjadi korban pencucian otak gerakan Negara Islam Indonesia Komandemen Wilayah 9 (NII KW 9). Pengamat terorisme yang juga mantan anggota NII Al Chaidar menyatakan NII biasa melakukan pencucian otak pada orang yang mengalami kekeringan spiritual.
"Biasanya mereka tidak menggunakan cara hipnotis. Mereka melakukan brainstorming kepada seseorang yang mengalami kekeringan spiritual untuk jalan menanamkan ideologi," ujar eks anggota NII, Al Chaidar.
Dalam gerakan NII, memang biasanya organisasi yang dilarang oleh pemerintah ini melakukan pencucian otak untuk merekrut anggotanya. Pencucian otak dilakukan untuk menanamkan ideologi hingga si korban bisa dibina sesuai tujuan mereka. Setelah cuci otak dan menjadi anggota NII, korban pun diminta berganti nama.
Kisah Lian sangat mirip dengan yang dialami oleh korban NII. Ketua Tim Rehabilitasi NII Crisis Center (NCC) Sukanto yakin Lian korban cuci otak NII. NCC sendiri hingga kini sudah menangani lebih dari seribu korban NII.
"Yang face to face 300 orang ada. Belum yang lewat seminar dan konsultasi via email, SMS. Sepertinya seribu lebih. Tiap hari saja kami terima sepuluh laporan lebih," kata Anto, panggilan akrab Sukanto yang pernah menjabat camat NII untuk wilayah Tebet Jakarta Selatan.
Pencucian otak yang dilakukan NII, menurut Anto, merupakan gerakan yang rapi dan terorganisir. NII memiliki struktur seperti sebuah negara mulai dari presiden yang disebut khalifah sampai pejabat tingkat RT. Meski namanya membawa-bawa Islam, ajaran NII justru menyimpang dari Islam. Nama Islam hanya menjadi kedok untuk tujuan mereka mengumpulkan uang. Tujuan utama gerakan ini hanyalah mengumpulkan uang dengan menghalalkan segala cara. Uang bukan untuk membentuk negara Islam tapi digunakan untuk memperkaya pemimpinnya.
Sayangnya meski korbannya sangat banyak, sangat sedikit kasus korban NII yang ditangani polisi. Kasus korban NII mirip korban perkosaan yang malu melaporkan telah menjadi korban kejahatan gerakan NII. Hingga kini pun polisi belum berbuat banyak untuk menindak gerakan NII ini.