TANGERANG-Di usianya yang baru delapan bulan, Maureen Angela harus kehilangan dua ruas jari kelingking. Dua ruas jari mungil putri pasangan Linda Kurniawati (33) dan Budhi Kantjana (39) itu harus diamputasi. Bukan hanya itu, beberapa jari tangan kiri Maureen pun tidak sempurna.
Pilihan amputasi ini diambil RS. Global Medika Tangerang karena jari kelingking Maureen membusuk seperti luka bakar. Jarinya terkena cairan Bignat yang diberikan pihak RS dalam infus Maureen.
Kisah Maureen berawal pada 16 November 2010, saat itu Linda Kurniawati membawa Maureen yang menderita diare dan panas disertai kejang ke UGD RS Global Medika. "Awalnya hanya diare dan panas, memang sempat kejang," ujar Linda.
Di UGD, Maureen ditangani seorang dokter jaga anak, dr. Robert Soetandio. Sang dokter memberi cairan Bignat pada infuse Maureen. Cairan keras yang sebenarnya hanya diperuntukkan bagi orang dewasa itu merembes ke jemari tangan kirinya, termasuk kelingking.
Selang satu jam setelah Maureen masuk UGD, pihak RS menelpon orang tua Maureen untuk kembali ke RS. Sesampainya di RS, mereka melihat perban yang besar menutupi tangan kiri Maureen. Linda sempat heran. “Sepertinya itu bukan akibat jarum infus, tapi seperti perban luka besar,” ujarnya.
Betapa terkejutnya Linda setelah perban itu dibuka oleh pihak RS. Jari anaknya membengkak dan berwarna kebiruan seperti luka bakar. "Tidak apa-apa hanya luka bakar biasa," ujar Linda menirukan dr Robert.
Lima hari berlalu, orang tua Maureen kembali dipanggil oleh RS. Kali ini untuk menginformasikan bahwa Maureen harus segera dioperasi plastik. Kelingkingnya masih tidak berubah. Kukunya berwarna ungu, sedangkan jarinya sudah mulai bewarna merah. Linda pun mengiyakan karena jari anaknya semakin parah. "Dokter bedah plastik curiga jaringan kulit kelingking Maureen mati. Jadi tidak mendapat nutrisi dan membusuk," jelas Linda menjelaskan alasan perlunya operasi plastik.
Usai operasi plastik, kondisi jari Maureen tidak kunjung membaik, bahkan semakin parah. Kulit di jari telunjuk tertarik ke atas dan dua jari tengahnya menjadi rapat. Sedang jari kelingkingnya putus dua ruas dan kulitnya tertarik hingga tulangnya mengangkat. "Perkiraan dokter yang putus satu ruas, tetapi yang putus ternyata dua ruas," tutur Linda.
Setelah pulang ke rumah, usai dirawat selama tiga minggu di RS, kondisi Maureen semakin buruk. Ia kembali menderita diare dan kembali harus di rawat di RS Global Medika, bahkan hingga dua minggu lamanya.
Dalam konferensi persnya, Kamis, pihak RS Global Medika Tangerang -yang berganti nama menjadi RS Awal Bross- membenarkan adanya kesalahan penanganan. Mereka mengaku telah melakukan kesalahan yang menyebabkan kerusakan jaringan pada jari kelingking kanan Maureen sehingga harus diamputasi.
Manajer Humas RS Awal Bross, dr Elisabet, mengatakan kerusakan jaringan tersebut merupakan hal yang sangat tidak diharapkan terjadi. Akan tetapi, katanya, pemberian bignat demi menyelamatkan pasien. Ia mengatakan pada saat itu kondisi pasien sudah tidak sadar. Pasien mengalami kejang, nafas tersengal, denyut jantung sangat cepat, demam tinggi, dehidrasi berat, gangguan keseimbangan dan elektrolit tubuh.
Setelah diberikan cairan bignat, kata Elisabet, kondisi pasien membaik dan nyawanya dapat terselamatkan. "Indikasinya tangan si pasien pun berangsur-angsur mulai bisa digerakkan," ujarnya.
Tapi, Elisabet menduga, saat pemberian bignat melalui infus, cairan bignat di tangan pasien merembes dan mengakibatkan kerusakan jaringan pada jari kelingking.
Ibu Maureen, Linda, mengatakan tidak ada pemberitahuan mengenai pemberian cairan bignat itu. Pihak rumah sakit, katanya, hanya meminta ijin untuk memasang oksigen dengan bantuan mesin dan anaknya dimasukkan ke ICU. "Pemberian cairan bignat tanpa persetujuan saya. Sepertinya cairan itu diberikan saat anak saya masih di UGD."
"Saya minta mereka yang telah melakukan kesalahan terhadap anak saya harus dihukum," ujar Linda. "Kita sudah melakukan gugatan dan somasi kepada RS Global Medika Tangerang melalui Polda Metro Jaya dan dilimpahkan ke Polres Tangerang," ujar Linda, yang menuntut pihak RS membayar ganti rugi Rp 3,5 miliar akibat cacat permanen yang diderita anaknya.