Selasa, 11 Januari 2011

Harian Australia Angkat Kisah Getir Para Mualaf


BRISBANE--"Kaki kami seperti berada di dua tempat," begitu kata Jamila Hussein, seorang akademisi yang kini menekuni studi Islam di University of Technology, Sydney, kepada Sydney Morning Herald, harian terkemuka negeri itu. Ia menjadi mualaf sejak 1988.

Di satu sisi, mereka yang menjadi Muslim dianggap "keluar" dari akarnya, masyarakat kulit putih Australia. Padahal, mereka lebih pe-de berada dalam komunitas ini ketimbang komunitas Muslim. Masalah etnis dan bahasa, katanya, kerap menjadi kendala.  "Namun di masyarakat asal kami, kami seakan terbuang. Cenderung dihambat oleh persepsi dan stereotip negatif tentang Islam," ujarnya.

Berbeda dengan di Inggris yang masyarakatnya lebih terbuka dan menghargai perbedaan, tak demikian dengan Australia. Bagaimana mereka melangkah, bergantung pada diri mereka sendiri untuk menghadapi.

Itu sebabnya, kata Hussein yang kini menjadi akademisi di almamaternya, dua jenis mualaf di Australia: menjadi sangat fundamentalis dan cenderung ekstremis atau yang rasional dan bertahap seperti dirinya.

Ia beruntung, karena kini bertemu dengan mualaf senasib -- yang dicampakkan lingkungannya namun tak sepenuhnya diterima komunitas Muslim -- dan membentuk sebuah kelompok kajian. Mereka bertemu di  Auburn setiap malam Jumat untuk belajar agama dan saling curhat serta menemukan jalan keluar bagi masalah masing-masing.

Menurutnya, menjadi Muslim di Australia tak semudah membalikkan telapak tangan. ''Tiba-tiba Anda bukan bagian dari masyarakat Anglo mainstream, namun Anda mungkin tidak merasa sepenuhnya diterima oleh masyarakat Muslim setempat,'' katanya lagi.

Pandangan yang sama dikemukakan oleh Silma Ihram, mantan kepala sekolah Noor al-Houda Islam College, yang juga seorang mualaf.  Ia menganut Kristen pada usia 15 tahun. Pada usia 23 tahun, ia bekerja di Indonesia dan berkesempatan mempelajari Islam. Pulang ke negaranya, ia memilih jadi mualaf.

"Di Australia, mualaf adalah minoritas di antara minoritas," ujarnya. Ia sendiri mencoba berbaur dengan berbagai komunitas.

Sensus 2006 mengungkapkan bahwa 1,7 persen penduduk Australia adalah Muslim, dan 39 persen di antaranya lahir di Australia.

Barangkali, "bingung budaya" inilah yang membuat jumlah mualaf di Australia tak sebanyak Inggris. Professor Marion Maddox, direktur Pusat Penelitian Inklusi Sosial di Macquarie University mengatakan di banding Islam, Buddhisme adalah agama yang paling menarik minat publik Australia.

''Pada tahun 2006 terdapat pertumbuhan jumlah umat Islam, tetapi yang dapat dijelaskan oleh imigrasi dan meningkatkan alami. Namun peningkatan jumlah umat Buddha adalah karena perpindahan agama," ujarnya

FESTIVAL PAKAI CELANA DALAM DI KERETA


Hanya baju atas, celana dalam, dan sepatu yang boleh dipakai.
Semua penumpang harus melepas rok atau celana yang mereka kenakan sebelum menaiki kereta bawah tanah di New York City, pada 10 Januari 2011. Hanya mengenakan baju lengkap dan celana dalam, mereka merayakan festival tahunan 'Berkereta Tanpa Celana'.

Seperti dikutip dari laman Aol, sekitar 3.500 warga kota turut memeriahkan festival yang telah memasuki tahun ke-10 ini. Selama menumpang kereta, mereka menyimpan celana atau rok mereka di dalam tas.

Festival ini bukan sekadar menantang rasa malu, tapi juga sergapan udara musim dingin di kota itu. Meski tubuh tetap mengenakan jaket hangat dan syal, kaki mereka tak tertutup pelindung apapun, kecuali sepatu.

"Ini hanya untuk memecah situasi monoton selama musim dingin, saya rasa orang butuh sedikit kegilaan," kata Charlie Todd dari Improve Everywhere, selaku penggagas acara kepada The Wall Street Journal.

Festival ini tidak hanya berlangsung di New York City, tapi juga di 50 kota dari 24 negara bagian di Amerika Serikat, dari Meksiko hingga Boston. Ini menjadi semacam kemeriahan massal yang selalu dinanti setiap musim dingin.

Penyelenggara di Washington DC menegaskan bahwa ini bukan festival telanjang yang berpotensi mengundang kekacauan. "Perlu dicatat bahwa ini bukan festival atau kelompok telanjang, ini juga tak terkait dengan kelompok-kelompok telanjang 'nakal'.