Kepanikan dan kekacauan melanda para penumpang Costa Concordia saat tahu kapal pesiar mewah itu menabrak karang dan akan tenggelam. Jika sudah begini, maka kru kapal yang bertugas memiliki tanggung jawab berat menenangkan penumpang dan mengendalikan situasi.
Salah satu kru kapal warga negara Indonesia, Teguh Haryono, mengatakan saat itu dia tengah berada di dapur restoran Milano tempatnya bekerja sebagai pelayan saat kapal menabrak karang. Kala itu, kapal miring, namun tidak ada yang tahu persis apa yang terjadi.
Penumpang yang panik mulai berteriak-teriak. Teguh bersama kru lainnya berusaha keras menenangkan penumpang dengan mengatakan kapal berguncang akibat angin. Dia baru tahu ada sesuatu yang tidak beres setelah mendengarkan kode rahasia yang diumumkan di pengeras suara.
"Terdengar sinyal, Tango-India-Tango-India, yang artinya ada orang sakit. Kita tidak tahu ada kebocoran, 30 menit kemudian sinyal emergency dinyalakan. Kami langsung menggiring penumpang ke master station A dan B," kata Teguh saat dihubungi VIVAnews, Selasa 17 Januari 2012.
Di saat situasi darurat tersebut, setiap kru kapal telah mengetahui tugasnya masing-masing. Pembagian tugas ini dilakukan pada saat pelatihan, sebelum mereka semua berlayar. Teguh yang sudah sembilan tahun berlayar bersama perusahaan Costa Cruises tahu betul apa yang harus dia lakukan.
"Saya bertugas di life boat, yang melepaskan sekoci dari kapal. Di life boat tempat saya bertugas, kapasitasnya 60 orang," kata Teguh.
Dia mengatakan terdapat 26 life boat, sebagian besarnya memiliki kapasitas hingga 150 orang. Selain life boat, terdapat 69 perahu karet dengan kapasitas 35 orang. Teguh menjelaskan terdapat 3.124 penumpang dan lebih dari 1.000 kru kapal di Concordia, semuanya larut dalam kepanikan.
Tapi entah kenapa, kata Teguh, saat itu dia merasakan sangat tenang tanpa rasa takut. Dengan ketenangan yang luar biasa, Teguh berusaha menjaga ketertiban para penumpang yang panik.
"Penumpang panik berusaha menyelamatkan diri, saya marahi mereka untuk tetap tenang. Kami usahakan dahulukan wanita, anak-anak dan orang tua. Entah bagaimana, ada kekuatan yang menenangkan saya, semua akhirnya menuruti perintah saya dan life boat dapat diturunkan," kata Teguh.
Teguh mengaku mengalami cedera ringan saat menurunkan sekoci. Beruntung kala itu dia mengenakan helm pengaman, sehingga kepalanya tidak mengalami luka berat.
Salah satu kru kapal warga negara Indonesia, Teguh Haryono, mengatakan saat itu dia tengah berada di dapur restoran Milano tempatnya bekerja sebagai pelayan saat kapal menabrak karang. Kala itu, kapal miring, namun tidak ada yang tahu persis apa yang terjadi.
Penumpang yang panik mulai berteriak-teriak. Teguh bersama kru lainnya berusaha keras menenangkan penumpang dengan mengatakan kapal berguncang akibat angin. Dia baru tahu ada sesuatu yang tidak beres setelah mendengarkan kode rahasia yang diumumkan di pengeras suara.
"Terdengar sinyal, Tango-India-Tango-India, yang artinya ada orang sakit. Kita tidak tahu ada kebocoran, 30 menit kemudian sinyal emergency dinyalakan. Kami langsung menggiring penumpang ke master station A dan B," kata Teguh saat dihubungi VIVAnews, Selasa 17 Januari 2012.
Di saat situasi darurat tersebut, setiap kru kapal telah mengetahui tugasnya masing-masing. Pembagian tugas ini dilakukan pada saat pelatihan, sebelum mereka semua berlayar. Teguh yang sudah sembilan tahun berlayar bersama perusahaan Costa Cruises tahu betul apa yang harus dia lakukan.
"Saya bertugas di life boat, yang melepaskan sekoci dari kapal. Di life boat tempat saya bertugas, kapasitasnya 60 orang," kata Teguh.
Dia mengatakan terdapat 26 life boat, sebagian besarnya memiliki kapasitas hingga 150 orang. Selain life boat, terdapat 69 perahu karet dengan kapasitas 35 orang. Teguh menjelaskan terdapat 3.124 penumpang dan lebih dari 1.000 kru kapal di Concordia, semuanya larut dalam kepanikan.
Tapi entah kenapa, kata Teguh, saat itu dia merasakan sangat tenang tanpa rasa takut. Dengan ketenangan yang luar biasa, Teguh berusaha menjaga ketertiban para penumpang yang panik.
"Penumpang panik berusaha menyelamatkan diri, saya marahi mereka untuk tetap tenang. Kami usahakan dahulukan wanita, anak-anak dan orang tua. Entah bagaimana, ada kekuatan yang menenangkan saya, semua akhirnya menuruti perintah saya dan life boat dapat diturunkan," kata Teguh.
Teguh mengaku mengalami cedera ringan saat menurunkan sekoci. Beruntung kala itu dia mengenakan helm pengaman, sehingga kepalanya tidak mengalami luka berat.
Teguh mengatakan saat itu kru kapal adalah orang yang paling sibuk dalam menyelamatkan penumpang sebelum tim penyelamat datang. Dia menyayangkan, sekitar 70 persen petinggi kapal menyelamatkan dirinya masing-masing ke daratan, termasuk kapten kapal Fransesco Schettino.
Setelah mengantarkan para penumpang menggunakan sekoci ke pulau terdekat, Giglio, tugas para kru kapal tidak selesai sampai disitu. Mereka harus bolak-balik beberapa kali dari pulau ke kapal untuk menyelamatkan penumpang lainnya.
"Saya kedinginan, yang saya pikirkan kala itu hanyalah menyelamatkan anak kecil dan wanita. Setelahnya saya baru berpikir, saya punya anak dan istri yang juga mengkhawatirkan saya. Lalu saya telepon keluarga saya dan bilang saya selamat," kata Teguh
Setelah mengantarkan para penumpang menggunakan sekoci ke pulau terdekat, Giglio, tugas para kru kapal tidak selesai sampai disitu. Mereka harus bolak-balik beberapa kali dari pulau ke kapal untuk menyelamatkan penumpang lainnya.
"Saya kedinginan, yang saya pikirkan kala itu hanyalah menyelamatkan anak kecil dan wanita. Setelahnya saya baru berpikir, saya punya anak dan istri yang juga mengkhawatirkan saya. Lalu saya telepon keluarga saya dan bilang saya selamat," kata Teguh