Bandung - Gerakan NII KW 9 kembali meresahkan. Forum Ulama Umat Indonesia (FUUI) mengendus beberapa kampus di Bandung jadi sasaran NII KW 9. Bagaimana cara NII mendekati korbannya hingga terjerumus? Detikbandung berhasil mewawancarai mantan Anggota NII KW 9 bernama Quyut (28). Saat bergabung dia berstatus mahasiswi.
Quyut yang kini telah berkeluarga dan memiliki dua orang anak ini, sempat bergabung dengan NII KW 9 pada Tahun 2000, saat dirinya baru masuk kuliah di salah satu lembaga komputer di Bandung.
Quyut berbicara banyak bagaimana dia direktrut pertama kali. Dia dibaiat di Jakarta. Selama 2,5 tahun, belasan juta rupiah telah ia setorkan untuk infak. Uang itu hasil dia mencuri dari keluarga dan menipu orangtua. Quyut juga sangat meyakini bahwa Panji Gumilang, Pimpinan Ponpes Al Zaytun di Indramayu adalah pemimpin NII KW 9.
"Setiap bulan kami menerima majalah Al Zaytun. Pimpinan saya bilang kalau uang yang telah kami kumpulkan itu untuk membangun Al Zaytun. Jika nanti kami menang, kami semua dijanjikan akan dipekerjakan di sana," tuturnya.
Berikut adalah wawancara lengkap dengan Quyut pada Rabu (27/4/2011).
Kapan dan bagaimana Anda bergabung dengan NII KW 9?
Tepatnya saat saya baru masuk kuliah di sebuah lembaga komputer di Bandung, tahun 2000. Saat pulang kuliah pas mau menyetop angkot, ada seorang perempuan yang menanyakan jam. Lalu dia ajak kenalan, minta nama dan alamat saya. Saat itu enggak menyangka akan jadi panjang. Besoknya tiba-tiba perempuan itu ke rumah. Saya sendiri kaget kenapa dia bisa tahu rumah saya.Padahal saya enggak kasih alamat lengkap, cuma kasih patokan saja. Dia sih bilangnya kebetulan lewat jadi mampir.
Ya saat itu saya juga bingung mau ngobrol apa. Belum ada pembicaraan ke arah ajak gabung NII. Beberapa hari kemudian datang lagi ke rumah. Nah baru kali ini dia bilang punya kelompok pengajian yang sering diskusi. Terus terang saat itu pengetahuan agama saya masih kurang, jadi saya pun merasa tertarik. Orang ini terus intens datang ke rumah, hingga suatu hari saya pun tertarik dan ikut mengaji.
Diajak kemana Anda saat itu?
Ke sebuah rumah di kawasan Jalan Peta. Setelah gabung sih saya tahu kalau pola mereka begitu, mencari kontrakan berupa rumah. Saat datang ada seorang pria dan perempuan. Akhirnya kami berempat diskusi di ruang tamu. Pria yang belakangan saya tahu adalah pimpinannya, penampilannya necis. Gaya bahasanya enak dan cerdas sekali. Dia awalnya berbicara mengenai indahnya syariat Islam. Makin lama makin enak diskusinya dan penjelasannya semua masuk akal, saya pun merasa tertarik.
Nah tiba-tiba laki-laki itu melontarkan pernyataan yang membuat saya penasaran dan akhirnya balik lagi ke sana. Kata dia, kalau kita Islam, berarti negaranya juga harus Islam. Dia mengumpamakan dengan main bola voli. Menurutnya dikatakan olahraga bola voli kalau bola, aturan main, dan lapangan yang dipakai adalah memang benar untuk voli. Main voli di lapangan tenis dengan aturan tenis juga, tak bisa disebut main voli.
Lalu Anda kembali lagi?
Iya saya kembali lagi ke sana karena penasaran. Kalau pertemuan pertama kan kita diskusinya di ruang tamu, tapi pada pertemuan kedua dan selanjutnya di dalam kamar. Malah si pimpinan itu menjelaskannya dengan white board. Saya dikasih Quran dan si pimpinan itu menafsirkannya. Belakangan saya tahu tafsir yang mereka pakai itu tafsir mereka sendiri. Setelah beberapa kali pertemuan akhirnya saya diajak hijrah. Kalau mau menghapus dosa selama ini katanya harus hijrah, kalau tidak ya akan dibalas di akhirat nanti.
Hijrah seperti apa yang dimaksud?
Saya hijrah ke Jakarta, tapi enggak tahu daerah mana. Maksudnya itu untuk proses baiat. Saya diantar pimpinan saya dan kita langsung masuk mess, berupa rumah. Di rumah itu sudah ada 20 orang yang akan dibaiat juga sama seperti saya. Tapi kami dilarang ngobrol satu sama lain, bahkan berkenalan pun tidak boleh.
Selama berada di Jakarta tiga hari berpindah-pindah rumah terus. Dalam sehari bisa pindah tiga daerah. Nah selama proses perpindahan ke setiap rumah itu, selama perjalanan mata kita harus tertutup. Kalau ada yang bandel, matanya ditutup pakai kain.
Seingat saya rumah yang kami datangi itu berada di komplek elite. Rumahnya besar-besar. Namun jendela semua tertutup. Setiap masuk rumah baru kita dibina. Diberikan lagi doktrin-doktrin hingga saya saat itu benar-benar percaya. Di rumah terakhir barulah kami dibaiat.
Bagaimana prosesi baiat yang dilakukan?
Kami dibaiat oleh tiga orang, yang dianggap Musa dan Isa. Trus kami berdiri semua dan membacakan sembilan baiat. Tapi saya lupa lagi poin-poinnya. Intinya sih kita harus janji setia pada negara Islam Indonesia.
Apakah setelah dibaiat, pembinaan terus dilakukan?
Iya, sepulang saya ke Bandung, teman yang pertama kali mengajak itu terus secara intens mendatangi saya dan setiap seminggu sekali melakukan pertemuan. Sebulan sekali ada orang dari Jakarta yang kembali membina lagi. Kalau ada anggota yang jarang datang ke pertemuan, akan didatangi dan dikasih semangat lagi. Kalau kira-kira agak membandel, dicuci otak lagi dengan tafsir mereka. Kalau sudah kebal dan ada yang mau keluar, diancam akan dibunuh.
Selama Anda bergabung, pernahkah Anda merekrut?
Hehe tidak, gagal semua. Saya coba dekati teman-teman kuliah saya, tapi mereka tidak mau. Malah saya dijauhi teman-teman saya karena takut diajak gabung.
Apakah benar Anda harus menyetorkan sejumlah uang atau infak?
Di NII gadungan itu sistemnya sama kaya di negara, ada struktur pemerintahannya. Tapi saya lupa lagi, yang saya ingat ada distrik, lalu desa itu membawahi qobilah atau kelompok dan kemudian rois.
Setiap desa itu mengontrak sebuah rumah. Nah jaman saya dulu, setiap desa harus menyetor minimal Rp 10 juta per bulan. Nah itu dibebankan pada anggota. Saya waktu itu diminta setor Rp 1 juta per bulan.
Anda kan masih kuliah, bagaimana memenuhi target setoran itu?
Ya pakai uang kuliah. Ya bilang ama orangtua kalau ada ujian anu, praktikum anu, beli buku anu, itu awal-awal. Karena kurangnya setoran, saya juga sempat mencuri uang kakak saya. Caranya mengambil uang di bank. Hebatnya mereka semua ini direncanakan bersama, dibahas bersama. Misalkan saat saya mencuri uang kakak saya. KTP dan buku tabungan kakak saya ambil. Lalu kami mencari orang di kelompok kami yang mirip kakak saya. Trus diajari tandatangan, juga dibahas bagaimana kalau ini gagal dan berujung ke polisi. Tapi ternyata berhasil, saat itu kami berhasil mencuri uang dari kakak saya Rp 3 juta.
Malah ada teman saya yang mencuri berlian ibunya dan sampai sekarang jadi bermasalah dengan keluarganya meski sudah keluar. Pokoknya saat itu kami jadi klepto. Setiap ada kesempatan, barang apa pun kami ambil.
Kenapa bisa seperti itu? Apa yang mendorong Anda melakukan itu?
Ya saat itu merasa benar, apalagi sudah ada buktinya.
Memang apa buktinya?
Jadi setiap bulan, kami menerima majalah Ponpes Al Zaytun. Nah pimpinan di desa saya bilang jika uang hasil jerih payah kami selama dipakai untuk membangun Al Zaytun, misal membangun peternakan, dipakai penelitian, perkebunan. Apalagi sejak awal kami pun didoktrin tidak perlu kuliah karena itu tidak berguna. Kuliah atau tidak kuliah, kami nanti akan dipekerjakan di Al Zaytun, tapi nanti setelah kita futtuh atau menang.
Anda yakin Al Zaytun dibalik NII? Sebab Al Zaytun menyatakan mereka adalah lembaga pendidikan?
Saya sangat yakin, karena sejak awal saya gabung pun, nama Panji Gumilang dan Al Zaytun terus disebut. Menurut pimpinan saya saat itu, sengaja ponpes Al Zaytun itu menerima santri di luar NII. Itu untuk mengelabui saja. Jadi Panji Gumilang itu gerakan di atas, kalau kami ini gerakan di bawah tanah yang pusatnya di Jakarta.
Bagaimana akhirnya Anda bisa keluar NII?
Sebenarnya di tubuh NII itu ada pergolakan juga. Desas desusnya para pimpinan sudah merasa ini ada penyelewengan. Rumor berkembang uang yang kita kumpulkan itu untuk memperkaya Panji Gumilang dan anak-anaknya. Sempat beredar foto rumah, mobil, dan aset-aset Panji Gumilang. Saat dengar ini saya juga mulai ragu.
Namun benar-benar keluar itu saat ada penggerebekan oleh FUUI dan polisi ke rumah kami atau desa kami. Beberapa teman ditangkap. Nah mereka yang dimintai keterangan di polisi termasuk pimpinan saya itu dibina oleh FUUI. Teman-teman yang telah mulai dibina itu lalu mengajak saya.
Anda langsung mau?
Awalnya menolak dan membenci FUUI karena merasa mereka telah mengobrak abrik kelompok kami. Tapi karena pimpinan saya sudah ikut FUUI, ya akhirnya mau. Ustadz Hedi (Sekjen FUUI-red) secara intens membina kami dan merangkul kami. Sebenarnya cukup lama hingga akhirnya saya sadar, butuh waktu 1 tahun.
Setelah sadar kembali apa yang Anda rasakan?
Terus terang saat tersadar dan hingga sekarang, saya sangat marah dengan Panji Gumilang. Saya berharap dia diproses hukum, jangan sampai ada korban selanjutnya. Saya minta pemerintah dan polisi jangan tinggal diam. Kelompok NII gadungan ini harus ditindak tegas.