YOGYAKARTA (SINDO) – Korban letusan Merapi pada Jumat (5/11) dini hari lalu meninggalkan duka mendalam bagi masyarakat di kawasan gunung tersebut.
Selain ratusan tewas akibat terjangan awan panas atau wedhus gembel, sampai Selasa kemarin juga tercatat 213 warga masih dinyatakan hilang. Berdasar data yang diterima posko Disaster Victim Identification (DVI) Polda Daerah Istimewa (DI) Yogyakarta, warga yang dilaporkan hilang sebagian besar berasal dari Kabupaten Sleman, tepatnya di Dusun Bronggang, Plumbon, Kecamatan Ngancar dan di Kelurahan Argomulyo,Kecamatan Cangkringan. Usia dan jenis kelamin warga yang hilang bervariasi. Sejumlah keluarga korban hingga kemarin masih berusaha mencari keberadaan anggota keluarga masingmasing. Belasan orang di antaranya mendatangi bagian forensik RSUP Sardjito Yogyakarta.
Salah satunya Gono Mulyono, warga Deles, Sidorejo, Klaten, yang mencari keberadaan istri,anak,serta empat kerabatnya. ‘’Pascaletusan posisi mereka berada di Bronggang,Cangkringan. Niat mereka saat itu ingin pindah dari lokasi pengungsian di Deles. Ternyata Bronggang sudah dilewati awan panas,”kata Gono.Pencarian juga dilakukan Dwi dan Herman, yang mencari suami beserta anak kerabatnya, Budiyanto dan Agung yang hingga kini tidak diketahui nasibnya.Keduanya saat itu sedang berada di Ngancar, Glagaharjo, Cangkringan. Hingga kemarin korban meninggal dunia akibat letusan Merapi pada Jumat (5/11) dini hari yang berada di Rumah Sakit Sardjito Yogyakarta bertambah menjadi 106 orang setelah rumah sakit rujukan tersebut menerima empat jenazah hasil evakuasi dan lima jenazah dari bangsal.
Lima orang yang meninggal dalam perawatan diketahui bernama Suhono, Sri Winarni, Musianto,Ranto,danTio. Sebanyak 64 jenazah di antaranya telah dikebumikan secara massal di TPU Dusun Beran, Margodadi, Sayegan,Sleman.Sedangkan korban luka-luka yang hingga kemarin masih dalam perawatan berjumlah 83 orang, di antaranya 26 orang mengalami luka bakar dan 57 orang menjalani perawatan nonluka bakar. Tim Forensik RS Sardjito dan Tim Disaster Victim Identification (DVI) Polda DIY telah berhasil melakukan identifikasi terhadap 53 korban yang meninggal dunia akibat letusan Gunung Merapi yang ditemukan di lokasi kejadian.
Sisanya belumbisadiidentifikasi.Konsultan Tim Forensik RSUP Sardjito,R Soegandi mengungkapkan, tidak mudah untuk dapat mengenali identitas korban tewas akibat hawa panas. Adapun yang menjadi petunjuk identitas seseorang ialah gigi,struktur tulang, serta barang yang dikenakan misalnya perhiasan. ”Karena itu, sebaiknya warga yang keluarganya hilang menunjukkan data-data misalnya ciri tubuh atau barang yang dikenakan,”ujarnya. Melihat banyak korban yang hilang,kemungkinan korban tewas masih akan terus bertambah. Kemarin tim evakuasi yang terdiri atas Tim SAR, TNI, Polri, dan relawan kembalimenyisirdesa-desayangdekat dengan Kali Gendol,Cangkringan.
Salah satunya di Dusun Ngancar, Desa Glagaharjo, Cangkringan. Di dusun ini evakuasi terhadap satu darisembilanjenazahtelahberhasil. Jenazah tersebut diduga warga setempat yang bernama Suroto,40. Evakuasi yang dimulai sejak pukul 06.00 WIB terhitung sangat sulit.Meski proses evakuasi cukup lancar dan berjalan sesuai waktu yang ditentukan, ada beberapa hambatan yang harus dilalui tim evakuasi sebelum mencapai lokasi. Jalan beraspal menuju lokasi evakuasi masih tertimbun abu serta pasir setebal 0,5 meter.Kondisi tanah juga sangat gembur sehingga tanah bisa ambrol dan kaki akan terasa panas jika tim evakuasi tidak hati-hati melangkah. Beberapa tim evakuasi sempat terperosok. Selain itu, akses masuk dusun tersebut juga tidak mudah sebab tidak dapat dilalui kendaraan.
Untuk menembus rumah yang diduga ada korban, tim evakuasi harus melalui jalan setapak. Sesampainya di lokasi, tim kembali menemui hambatan. Mereka mengaku merasakah hawa panas dan debu vulkanik sangat tebal.” Sebenarnya kami sudah tahu di mana lokasi yang ada mayatnya. Namun,abunya masih sangat tebal dan panas. Makanya sulit untuk dijangkau.Terlebih, aktivitas Merapi juga selalu fluktuatif,” kata koordinator tim evakuasi Yonif 403 WP Kapten Wisnu Joko di sela evakuasi kemarin. Wisnu Joko mengatakan, evakuasi kemarin dilakukan untuk menindaklanjuti laporan ketua RT setempat, Ngatijan, 40. Dia menyatakan bahwa di Dusun Ngancar tersebut ada sembilan orang yang tewas terkena awan panas Merapi. Sayangnya,evakuasi baru berhasil mengambil satu jenazah.
‘’Masih ada korban di dalam mobil. Namun, saat kita pegang, masih sangat panas sekali.Abu yang ada di dalam mobil juga sangat panas jadi tidak bisa dijangkau,”ungkapnya. Dari pantauan Seputar Indonesia( SINDO),kondisi Dusun Ngancar porak-poranda akibat terjangan awan panas dan tertimbun material vulkanik dengan ketebalan material lebih 1 meter. Dahsyatnya awan panas ini dapat dilihat dari banyaknya pohon besar bertumbangan serta puluhan rumah berserakan dan hanya meninggalkan puing. Selain itu juga terlihat timbunan material sudah memenuhi Kali Gendol. Kali ini bahkan sudah tidak terlihat.Dusun Ngancar ini terletak 400 meter di sebelah timur Kali Gendol dan 16 km dari puncak Merapi.
Kondisi yang sama juga terlihat di Dusun Gadingan Kidul, Desa Argomulyo, Cangkringan. Setelah melewati berbagai hambatan, tim evakuasi berhasil menemukan dua jenazah, masing-masing jenazah balita yang diperkirakan berumur tiga tahun dan satu jenazah dewasa. Jenazah tersebut juga langsung dibawa ke RSUP dr Sardjito untuk proses identifikasi. Tim evakuasi memperkirakan masih ada puluhan warga dan korban awan panas di Kecamatan Cangkringan dan Ngemplak, terutama di tujuh desa yang tersapu awan panas dan lahar dingin yakni Desa Glagaharjo,Kepuharjo,Wukirsari, Argomulyo, dan Plumbon di Kecamatan Cangkringan serta Desa Ngemplak dan Umbulmartani di Kecamatan Ngemplak.
Aktivitas Mulai Turun
Setelah menunjukkan aktivitas selama 120 jam tanpa henti, aktivitas Merapi mulai menunjukkan penurunan.Namun,Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi ESDM masih mempertahankan status Merapi pada level IV atau awas. Ratusan ribu meter kubik material terlihat menumpuk di sejumlah sungai yang berhulu di Gunung Merapi sehingga berpotensi banjir lahar dingin. Kepala Balai Penyuluhan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Subandriyo mengatakan, dalam dua hari terakhir ini aktivitas Gunung Merapi mulai menunjukkan tren penurunan dibanding sebelumnya.
Dia bahkan menyimpulkan,puncak letusan gunung bertipe Strato-volcano dengan diameter 28 kilometer (km) itu telah terlewati. ”Gunung Merapi sudah melewati fase paling berbahaya. Namun, masyarakat harus tetap waspada,”katanya kemarin. Menurut dia,sejak Senin (8/11) malam aktivitas Merapi cukup tenang meski masih ada kemungkinan terjadi letusan. Namun, letusannya diprediksi tidak sedahsyat pada 4-5 November lalu. Letusan pada 2010 ini ditandai ada puncak letusan eksplosif yang mencapai skala 4 dari skala 8 yang merupakan ukuran maksimal letusan gunung berapi.”Skala 4 itu sudah memuntahkan lebih dari 100 juta meter kubik serta meluncurkan awan panas dengan ketinggian 10 kilometer,”ungkapnya.
PVMBG Badan Geologi ESDM mencatat aktivitas Gunung Merapi sampai kemarin sore terjadi sekali gempa vulkanik, tiga kali gempa berfrekuensi rendah (LF), tremor beruntun, 20 guguran, sekali awan panas meluncur,dan tidak ada MP yang terdeteksi. ”Berdasarkan laporan di Ketep terdengar gemuruh dengan intensitas lemah kuat. Gemuruh cukup kuat terdengar disertai asap membumbung tinggi,”kata Kepala PVMBG Surono kemarin. Surono mengakui, intensitas Merapi mulai menurun dibanding hari-hari sebelumnya pascaletusan 26 Oktober lalu. Dari pengamatan CCTV, masih tampak terjadi guguran lava yang mengarah ke Kali Gendol sebanyak dua kali dengan jarak luncur maksimal 800 meter. ”Kolom asap setinggi 1.500 meter juga terlihat,”imbuhnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, rangkaian letusan pascaletusan 5 November lalu menjadikan letusan 2010 sebagai rekor baru sepanjang sejarah letusan gunung yang berada di perbatasan DI Yogyakarta dan Jawa Tengah tersebut,melampaui letusan 1872. Walau aktivitas menurun, Surono mengingatkan warga untuk mewaspadai ancaman sekunder yakni banjir lahar. Apalagi material vulkanik hasil erupsi maupun guguran kubah Merapi saat ini mengendap di sejumlah sungai yang berhulu di Merapi.”Material di sepanjang alur sungai yang berhulu di Merapi semakin menumpuk,”katanya. Banjir lahar dingin memang patutdiwaspadaisebagaibahaya sekunder Merapi.Apalagi, curah hujan di puncak Merapi diperkirakan tinggi dalam dua atau tiga hari ini.
Alasannya, di puncak Merapi banyak terdapat partikel debu yang memiliki peran tinggi dalam pembentukan awan kemudian menurunkan hujan. Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta Subandriyo juga mengingatkan bahwa jumlah material Merapi yang mencapai sekitar 140 juta meter kubik berpotensi memicu banjir lahar di sejumlah sungai yang berhulu di Merapi.”Sebagian besar material vulkanik itu mengarah ke Kali Gendol dan kini bagian atas sungai tersebut telah dipenuhi material vulkanik,”katanya.
Sementara itu, gempa tektonik di Yogyakarta kemarin diperkirakan bisa memengaruhi aktivitas vulkanik Gunung.Pengaruh tersebut akan terjadi bila pada tubuh magma dan puncak gunung api mendapat getaran gempa. Direktur Pusat Penelitian Penanggulangan Bencana Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Yogyakarta Dr Eko Teguh Paripurno mengatakan, pengaruh akan lebih besar saat pematangan magma seperti sekarang ini.Setidaknya akan membuka jalan magma lebih besar dari ukuran semula. ”Kalau rencana eksplosifnya akan lama, (dengan gempa) ini mempercepat,”ujarnya. Kemarin Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Yogyakarta mengonfirmasi terjadi gempa tektonik berkekuatan 5,6 skala richter sekitar pukul 14:03:27 WIB.
Guncangan gempa paling besar dirasakan di wilayah Bantul dan Kota Yogyakarta dengan skala sekitar 3-4 modified mercalli intensity (MMI). Kepala BPPTK Subandriyo mengatakan belum tercatat pengaruh langsung terhadap aktivitas seismik gunung tersebut. Bila terdapat pengaruh, biasanya akan langsung muncul luncuran awan panas.”Tidak terpantau ada awan panas sesaat setelah gempa tersebut. Bisa dikatakan gempa ini tidak berpengaruh langsung pada aktivitas Gunung Merapi,”ujarnya. Meski demikian, dia mengakui ada kemungkinan gempa akan memengaruhi aktivitas Gunung Merapi dalam jangka panjang.
Peristiwa serupa juga pernah terjadi pada 2006.Saat itu aktivitas vulkanik Gunung Merapi langsung meningkat signifikan setelah terjadi gempa besar pada 27 Mei 2006. (priyo setyawan/adam prawira/mn.latief/ridwan anshori/ratih keswara)
|