JAKARTA - Pengalaman miris yang tak terlupakan selama tragedi tsunami di Jepang juga dialami oleh Irma, salah seorang mahasiswi Indonesia yang menempuh pendidikan S3 di Universitas Tohoku, Jepang. Gempa berkekuatan 9 skala richter tersebut sempat membuat Irma panik lantaran semua sendi kehidupan di Jepang mendadak lumpuh.
Selain harus berlarian menyelamatkan diri, perempuan 31 tahun tersebut mengaku sempat mengalami sulitnya mencari bahan makanan usai tragedi terbesar Jepang selama 30 tahun terakhir itu terjadi. Bahkan, untuk mendapatkan sebungkus mie instan di supermarket, Irma harus rela antre berjam-jam di depan toko.
"Toko baru buka pada hari Sabtu. Itupun kami harus menunggu berjam-jam sampai toko buka. Setelah masuk ke supermarket, kami hanya diberi waktu 5 menit saja untuk berbelanja. Untuk mendapatkan mie instan, kami harus antre hingga dua jam," ujar Irma yang malam ini tiba di Jakarta, Selasa (15/3/2011).
Usai gempa dan tsunami terjadi, aktivitas di Kota Sendai, Prefektur Miyagi, tempat bermukimnya Irma seketika berubah menjadi kota mati. Aliran listrik yang padam serta jaringan komunikasi yang susah diakses membuat kondisi warga saat itu semakin tak menentu. Apalagi, sarana perbelanjaan juga baru di buka sehari setelahnya.
Irma menceritakan, saat gempa terjadi, perempuan yang sudah 8 tahun tinggal di Jepang tersebut sedang berada di dalam aula kampusnya. Saat goncangan dahsyat itu terjadi, Irma mengaku tidak melihat adanya kepanikan yang dialami warga Jepang. "Semua orang tenang dan langsung menuju ruangan terbuka. Tidak seperti di Indonesia, orang-orang Jepang lebih tenang menghadapi gempa," ujar Irma.
0 komentar:
Posting Komentar