Tripoli - Dua awak pesawat F-15E Strike Eagle yang jatuh di Libya telah kembali ke tangan AS. Tapi prosesi penyelamatan mereka sempat diwarnai tembakan yang melukai 6 warga desa Libya yang menonton lokasi dan bermaksud menolong.
Orang Libya yang datang untuk menyelidiki di lokasi pesawat tempur AS jatuh menyatakan, sebuah helikopter AS datang ke lokasi pesawat jatuh dengan menembakkan senjata, membuat para warga desa yang menonton dan bermaksud memberikan pertolongan, panik dan terluka. Beberapa di antaranya dilarikan ke rumah sakit, seorang pria 20 tahun bahkan kakinya perlu diamputasi.
Warga desa menyatakan, mereka berada di lokasi guna mencari awak pesawat yang hilang untuk menyambut dan menolong mereka. Demikian dilansir The Guardian, Rabu (23/3/2011).
Seorang anggota pasukan pemberontak Libya di lokasi kecelakaan itu, Omar Sayid, yang juga merupakan kolonel dari polisi militer, mengatakan kepada Channel Four News, "Kami terganggu dengan penembakan itu, karena jika mereka akan memberi kita kesempatan kita akan menyerahkan kedua pilot itu kepada mereka (AS). Tembakan itu membuat panik," ujarnya.
Dua awak melontarkan diri dari F-15E mereka pada pukul 10.30 waktu setempat pada hari Senin (21/3) yang oleh Pentagon disebut akibat mengalami "kerusakan peralatan", bukan karena ditembak jatuh lawan. Parasut dua penerbang itu terbuka dan mereka mendarat di lokasi terpisah di wilayah pemberontak, dekat Bu Mariem, 24 mil timur Benghazi.
Satu awak bersembunyi di sebuah kandang domba sebelum ditemukan oleh pasukan pemberontak. Pemberontak memeluknya, memberinya minuman jus dan makanan, dan membawanya ke Benghazi. Sedangkan awak lainnya juga diselamatkan warga.
AS lalu menyelamatkan mereka dengan mengirimkan 12 personel marinir dengan menumpang dua helikopter Osprey berukuran besar. Upaya penyelamatan inilah yang diwarnai tembakan kepada para warga desa.
Heli itu terbang dari kapal induk USS Kearsarge, sebuah kapal penyerang besar. Dua awak F-15E itu saat ini telah berada di tangan AS, mereka hanya menderita luka ringan.
Meskipun militer AS menolak untuk mengiyakan atau menyangkal laporan bahwa helinya mengumbar tembakan, penduduk desa mengatakan kepada para wartawan bahwa tim penyelamat Amerika itu memberondongkan peluru di lapangan di mana salah satu pilot mendarat, dan penduduk desa terluka.
Hamid Moussa el-Amruni, yang keluarganya memiliki peternakan di mana awak pesawat tempur AS bersembunyi, mengatakan bahwa ia sendiri mengalami luka di kaki dan punggung akibat kena pecahan peluru. Dia terpaksa menggunakan kruk, tapi dia mengaku tidak menyimpan dendam, percaya bahwa kejadian tersebut adalah kecelakaan.
Reporter Channel Four Lindsey Hilsum berbicara dengan warga desa dan mengunjungi RS Jala di Benghazi, tempat sejumlah korban luka dirawat. Di antara mereka ada Hamad Abdul Ati, 43.
Abdul Ati mengaku lebih bingung dibanding marah, dan tidak mengerti mengapa Amerika begitu agresif dalam misi penyelamatan mereka.
"Kami menganggap bahwa siapa pun yang ditembak jatuh atau tawanan perang, kita harus menyelamatkan dia dan menyerahkan dia," katanya di ranjang rumah sakit.
"Tapi pesawat lain menembak saya dan Hamdy, anak saya. Saya kena pecahan peluru di tangan.." Sedangkan Hamdy harus diamputasi kakinya.
"Mengapa ini terjadi? Mobil saya hancur, rumah saya rusak. Kami baru saja menyelamatkan awak kedua dan menaruhnya ke mana pun ia ingin di tempat yang aman. Bahkan awak yang lain, kami sambut dia dengan perayaan," kata Abdul Ati.
Para wartawan mengatakan penduduk desa tidak menunjukkan sikap permusuhan setelah insiden itu, melainkan, mereka mengungkapkan rasa syukur atas koalisi pimpinan Amerika, yang mereka katakan telah menyelamatkan mereka dari pembantaian oleh pasukan Khadafi.
Laksamana Samuel Locklear, koordinator pasukan koalisi dari AS, menyangkal pasukannya telah menembakkan peluru. Ia hanya mengatakan bahwa penyelamatan telah dilaksanakan seperti yang diharapkan, "mengingat keadaan" penyelidikan sedang berlangsung.
0 komentar:
Posting Komentar