Belum reda krisis politik di Libya, kini menyusul memburuk pula kondisi politik di Suriah. Presiden Suriah Bashar al-Assad, Sabtu (26/3/2011), benar-benar harus menghadapi masa krisis paling buruk dalam 11 tahun kekuasaannya di negeri sisi timur Laut Tengah ini.
Eskalasi krisis makin terasa saat terjadi aksi demonstrasi di kota selatan Suriah di Deraa seusai shalat Jumat. Wartawan Reuters menuturkan, ia melihat para pemrotes menurunkan patung mendiang pemimpin Suriah, Hafez al-Assad—ayah Presiden Bashar al-Assad, menuanginya dengan minyak, serta membakarnya di sebuah lapangan. Patung Hafez al-Assad pun hancur berantakan. Hafez al-Assad berkuasa selama 30 tahun di Suriah sampai meninggal tahun 2000.
Tak lama kemudian, aparat keamanan berbaju preman menembaki para demonstran dengan senapan otomatis dari gedung-gedung di sekitar lapangan. Sekitar 3.000 demonstran kabur tercerai-berai menghindari desingan peluru dan gas air mata.
Tidak disebutkan berapa jumlah korbannya, tetapi Reuters mengungkapkan, diperkirakan lebih dari 20 orang tewas pada aksi unjuk rasa Jumat itu. Sore harinya, saat penjagaan keamanan Suriah mulai surut, para pengunjuk rasa berkumpul lagi di lapangan pusat kota Deraa, bahkan kemudian mulai membakar sebuah gedung pemerintah.
Di kota Sanamein, juga di selatan Suriah seperti halnya Deraa, pada hari yang sama juga terjadi insiden. Menurut penduduk setempat, 20 orang tewas ketika aparat keamanan menembaki massa yang berunjuk rasa di luar sebuah gedung yang biasa digunakan intelijen militer—bagian dari aparat keamanan yang ekstensif—di Suriah yang telah berhasil melindungi penguasa Partai Baath sejak 1963.
Kantor berita nasional Suriah hanya memberitakan bahwa pasukan keamanan Suriah telah menembak mati penyerang bersenjata yang mencoba menerobos masuk ke gedung intelijen tersebut.
Amnesti Internasional mengklaim, korban tewas di Deraa dan sekitarnya pekan terakhir ini mencapai 55 orang. Aksi unjuk rasa di Deraa makin merebak setelah pekan lalu polisi Suriah menangkap lusinan pelajar sekolah karena melakukan aksi corat-coret, menuliskan slogan prodemokrasi di luar Suriah.
Aksi demonstrasi juga berkecamuk di Douma, pinggiran ibu kota Damaskus, Jumat. Diperkirakan 4.000 aktivis turun ke jalan. Sekitar tengah malam, aliran listrik dipadamkan oleh aparat dan para pemrotes pun diserang dengan pemukul dan pentungan. Associated Press melaporkan, tidak kurang dari 200 orang ditangkap pada insiden di pinggiran Damaskus itu.
Hari Sabtu, para aktivis menyerukan aksi unjuk rasa damai di seluruh negeri melalui pemberitahuan di internet. Mereka mengimbau masyarakat agar berbondong-bondong turut serta dalam upacara penguburan para korban unjuk rasa. Setelah upacara penguburan, para pelayat itu diimbau untuk ”tidak pulang ke rumah”.
Upacara penguburan korban unjuk rasa memang terjadi di berbagai belahan Suriah, Sabtu. Pada saat bersamaan, otoritas Suriah melepaskan sekitar 70 tahanan politiknya, diduga untuk meredam aksi unjuk rasa yang terus meluas di seantero negeri. Oposisi rebut Ajdabiya
Di Libya, krisis antara oposisi dan pasukan yang loyal kepada pemimpin Moammar Khadafy terus berkecamuk. Pasukan pemberontak menguasai Ajdabiya, kota strategis di timur negeri ini, Sabtu, menandai kemenangan pertama mereka atas pasukan loyalis Khadafy sejak serangan udara pasukan koalisi Barat sepekan lalu.
Presiden Amerika Serikat Barack Obama, menurut AFP, menyatakan bahwa misi internasional yang dilakukan pasukan koalisi ini ”telah menyelamatkan tak terhitung jiwa orang tak berdosa dari ancaman banjir darah dari Khadafy”.
Meski oposisi mengaku berterima kasih atas serangan koalisi ini dan peran Perancis yang melakukan serangan kilat atas pertahanan Khadafy, kaum oposisi ini mempersilakan ”kekuatan dari luar” untuk meninggalkan Libya.
Di Ajdabiya, pasukan oposisi pun, hari Sabtu, mulai mengalir ke kota setelah serangan udara yang dilakukan pasukan koalisi atas pasukan loyalis Khadafy. Koresponden AFP menuturkan, terlihat setidaknya 21 mayat pasukan loyalis Khadafy di jalanan. Selain itu, bergelimpangan bangkai-bangkai tank serta kendaraan militer lain di jalan menuju Ajdabiya.
Sebelumnya, pasukan loyalis Khadafy menduduki Ajdabiya setelah mereka dipukul mundur dari Benghazi—benteng pertahanan oposisi—oleh serangan udara pasukan koalisi. Para pendukung Khadafy, menurut penduduk setempat, bertindak brutal terhadap penduduk setempat.
Ibrahim Saleh (34), penduduk Ajdabiya, mengatakan kepada AFP, selama pasukan Khadafy menduduki Ajdabiya, ”Tank-tank mereka terus-menerus menembaki rumah-rumah tanpa henti. Saya tak bisa beringsut dari rumah selama berhari-hari,” ujarnya.
Dalam keadaan terteror, kata Ibrahim Saleh, tak ada pula persediaan air, minyak, ataupun sarana komunikasi. Bila warga keluar rumah untuk mencari air atau minyak, mereka ditembaki pasukan Khadafy.
Ajdabiya menjadi kota pertama yang jatuh ke tangan oposisi sejak serangan koalisi yang didukung PBB terhadap pasukan Khadafy, 19 Maret lalu.
0 komentar:
Posting Komentar