Amerika Serikat memindahkan pasukan-pasukan angkatan laut dan udaranya ke posisi sekitar Libya. Demikian diumumkan Pentagon, Senin (28/2/2011).
Tindakan itu menyusul pernyataan para pemimpin negara-negara Barat soal kemungkinan intervensi terhadap rezim Moammar Khadafy.
"Para perencana kami sedang menyusun berbagai rencana darurat, dan saya rasa sebagai bagian dari itu, kami menempatkan ulang pasukan untuk memudahkan hal itu jika keputusan telah diambil," kata juru bicara Pentagon, Kolonel Dave Lapan.
Menurut Lapan, penempatan pasukan laut dan udara itu akan memberi Presiden Barack Obama banyak pilihan dalam krisis tersebut. Ia menyampaikan hal ini tanpa menjelaskan kapal dan pesawat apa yang diturunkan atau tindakan potensial apa yang sedang dipertimbangkan.
Ketika pasukan Khadafy menyerang oposisi, para pemimpin Eropa dan AS mempertimbangkan pengerahan kekuatan udara NATO untuk memberlakukan zona larangan terbang di atas Libya guna mencegah Khadafy menggunakan kekuatan udara terhadap rakyatnya sendiri.
Untuk setiap intervensi militer, para komandan AS bisa memanfaatkan kapal USS Enterprise yang saat ini berada di Laut Merah, serta kapal amfibi USS Kearsarge yang memiliki armada helikopter dan sekitar 2.000 marinir.
Jumlah korban dalam konflik di Libya sulit dipastikan. Namun, berbagai laporan menunjukkan perkiraan bahwa antara 1.000 dan 2.000 orang tewas sejak protes meletus pertama kali pada 15 Februari.
Hampir seluruh wilayah di negara Afrika utara itu lepas dari kendali Khadafy sejak pemberontakan rakyat meletus di kota pelabuhan Benghazi pada pertengahan Februari. Meski demikian, Khadafy bersikeras akan tetap berkuasa.
Khadafy adalah pemimpin terlama di dunia Arab dan telah berkuasa selama empat dasawarsa. Aktivis pro-demokrasi di sejumlah negara Arab, termasuk Libya, terinspirasi oleh pemberontakan di Tunisia dan Mesir yang berhasil menumbangkan pemerintah yang telah berkuasa puluhan tahun
0 komentar:
Posting Komentar