Jumat, 03 Februari 2012

Derita Buruh Bekasi


Upah buruh yang minim memaksa Pujo Pambudi, 50, membiarkan istrinya Poniyem, 47, berdagang jamu gendong. Pujo, merupakan aktivis buruh dari Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) itu tak kuasa menanggung beban hidup sendiri saat semua semakin mahal.

Pria asal Puworejo, Jawa Tengah, itu sudah 10 tahun mengabdi di pabrik pembuat seng atap PT ADH Metal Indonesia di Kawasan Industri Delta Silicon, Cikarang Barat, Kabupaten Bekasi.

Pujo yang sudah dikaruniai dua anak itu hingga kini terpaksa masih mengontrak di sebuah rumah di daerah Pilar, Cikarang Utara. Sebab, dalam sebulan penghasilan kotor Pujo hanya Rp1,6 juta.

Setelah 10 tahun bekerja, Pujo hanya memiliki gaji pokok Rp1,41 juta. Penghasilan itu masih ditambah Rp10 ribu dari uang transport dan uang makan yang diberikan apabila masuk kerja. "Satu bulan saya kerja 22 hari,” ujarnya, Sabtu, 4 Februari 2012.

Dengan gaji itu, Pujo harus menyisihkan biaya bulanan, bayar kontrakan Rp400 ribu, biaya pendidikan anak Rp150 ribu, dan biaya ongkos sekolah anak Rp450 ribu. “Bisa dibayangkan dengan gaji segitu, kapan buruh bisa sejahtera?” katanya.

Untungnya, Pujo mempunyai seorang istri yang pengertian. Poniyem kini berprofesi sebagai pedagang jamu keliling. Penghasilan istri dalam sehari rata-rata Rp25 ribu. "Cukup untuk menutupi biaya hidup yang mahal,” lanjutnya.

Pujo menyayangkan kebijakan perusahaan dalam memberikan uang transport yang hanya Rp5.000 per hari. Padahal dalam sehari dia harus merogoh kocek Rp20 ribu untuk berangkat dan pulang kerja. “Saya berharap kenaikan gaji sebesar 30 persen sesuai SK Gubernur Jawa Barat segera direalisasikan,” katanya, meminta.

Jika SK Gubernur Jawa Barat diberlakukan, dalam sebulan Pujo akan mendapatkan peningkatan pendapatan hingga Rp400 ribu sebulan. “Walaupun minim, tapi itu cukup. Mengingat harga bahan kebutuhan pokok saat ini sudah melambung tinggi,” ujarnya.

Aktivis FSPMI yang juga menjadi Ketua Pimpinan Unit Kerja (PUK) Federasi tersebut di perusahaan, mengaku ketika itu menjadi salah satu penggagas aksi buruh di Kabupaten Bekasi, untuk mendesak Apindo mencabut gugatan mengenai SK yang sudah di tandatangani Gubernur. “Itu sebagai wujud agar aksi kita direspon cepat oleh pemerintah. Kita juga ketika itu kesal dengan Apindo yang berulangkali menolak mencabut gugatan,” terangnya.

Gaji baru yang sudah berhasil dimenangkan oleh buruh, setelah pemerintah memberikan kepastian, sehingga bisa dilaksanakan bulan depan. “Aksi kan ketika itu dilakukan 27 Januari, mudah-mudahan bulan depan sudah ada gaji baru,” tuturnya.

Beda dengan Pujo Ketua FSPMI Kabupaten Bekasi yang juga Koordinator Buruh Bekasi Bergerak, Obon Tabroni, bahkan terpaksa keluar dari tempat kerja dan membuka usaha bengkel mobil.

Dia mengaku, saat menjadi buruh di Panasonic di Cibitung, Bekasi, dia hanya dibayar rata-rata Rp1,5 juta per bulan.

Obon sendiri resmi keluar dari perusahaan elektronik itu pada Februari 2010 atau tepat setahun lalu. “Setelah tidak lagi terikat jam kerja, maka saya serius memperjuangkan nasib buruh,” katanya, menerangkan. (hp).

0 komentar:

Posting Komentar