Korban Tewas Rusuh di Bima Diduga Jadi 4 Orang
Polhukam / Sabtu, 24 Desember 2011 14:24 WIB
Metrotvnews.com, Bima: Pembubaran paksa aksi pendudukan warga Kecamatan Lambu di Pelabuhan Sape, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat, Sabtu (24/12) pagi, oleh polisi menelan korban jiwa. Menurut saksi mata, Lubis, korban tewas diperkirakan berjumlah empat orang. Dua di antaranya bernama Arif Rahman (19), dan Saiful (17). Keduanya seorang pelajar.
Menurut Lubis, semua jenazah telah dibawa ke Rumah Sakit Umum Daerah Bima. Lubis menjelaskan, saat pembubaran sebagian besar massa yang tergabung dalam Front Rakyat Anti-Tambang (FRAT) itu sedang tidur. Mereka sudah enam hari memblokade pelabuhan, menuntut pencabutan SK 188 tentang Eksplorasi Pertambangan Emas di Kecamatan Sape dan Kecamatan Lambu, dan pembebasan Aldi Supriadi, kader Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) Bima yang ditahan polisi sebulan lalu.
Jumlah warga saat itu hanya ratusan. Setelah salat Subuh, sebagian warga kembali ke rumah untuk menyiapkan logistik. "Tiba-tiba pukul 06.00 waktu Indonesia tengah, lebih seribu pasukan Brimob dan polisi melakukan penembakkan membabi-buta tanpa tembakan peringatan," kata Lubis. Keterangan Lubis berbeda dengan kesaksian kontributor Metro TV, Ikra Hardiansyah. Polisi, menurut Ikra, melakukan tembakan peringatan.
Warga kaget dan kocar-kacir menyelamatkan diri. Sejumlah warga, kata Lubis, terkena peluru, baik peluru karet maupun peluru tajam. "Diluar itu masih banyak korban yang belum teridentifikasi," jelas Lubis. Warga tidak melawan. "Karena posisi kami tetap bertahan dan tidak mau konforntasi langsung dengan polisi," jelas Lubis. Menurut Lubis, musuh mereka bukan polisi.
Lubis menjelaskan, sebelumnya memang ada imbauan dari aparat agar warga membubarkan diri. Namun, warga berkeputusan tetap bertahan. Warga hanya mau membubarkan diri apabila ada upaya duduk bersama melalui perundingan. "Kalau ada jalur diplomasi, kami mau. Tapi polisi mau membubarkan paksa," jelas Lubis. Akhirnya, insiden itu pun terjadi. Massa warga yang terpecah-pecah membakar Polsek Sape, dan kantor DPRD Bima.
Blokade ini buntut kemarahan warga setelah Pemerintah Kabupaten Bima menerbitkan SK 188 tentang Eksplorasi Pertambangan Emas di Kecamatan Sape dan Kecamatan Lambu. Dalam SK itu Pemerintah Kabupaten Bima hanya mengizinkan perusahaan tertentu menambang emas. SK itu menyebut pertambangan tradisional warga sebagai tindakan melawan hukum. Hal ini dinilai diskriminatif dan merugikan warga Lambu.
Polhukam / Sabtu, 24 Desember 2011 14:24 WIB
Menurut Lubis, semua jenazah telah dibawa ke Rumah Sakit Umum Daerah Bima. Lubis menjelaskan, saat pembubaran sebagian besar massa yang tergabung dalam Front Rakyat Anti-Tambang (FRAT) itu sedang tidur. Mereka sudah enam hari memblokade pelabuhan, menuntut pencabutan SK 188 tentang Eksplorasi Pertambangan Emas di Kecamatan Sape dan Kecamatan Lambu, dan pembebasan Aldi Supriadi, kader Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) Bima yang ditahan polisi sebulan lalu.
Jumlah warga saat itu hanya ratusan. Setelah salat Subuh, sebagian warga kembali ke rumah untuk menyiapkan logistik. "Tiba-tiba pukul 06.00 waktu Indonesia tengah, lebih seribu pasukan Brimob dan polisi melakukan penembakkan membabi-buta tanpa tembakan peringatan," kata Lubis. Keterangan Lubis berbeda dengan kesaksian kontributor Metro TV, Ikra Hardiansyah. Polisi, menurut Ikra, melakukan tembakan peringatan.
Warga kaget dan kocar-kacir menyelamatkan diri. Sejumlah warga, kata Lubis, terkena peluru, baik peluru karet maupun peluru tajam. "Diluar itu masih banyak korban yang belum teridentifikasi," jelas Lubis. Warga tidak melawan. "Karena posisi kami tetap bertahan dan tidak mau konforntasi langsung dengan polisi," jelas Lubis. Menurut Lubis, musuh mereka bukan polisi.
Lubis menjelaskan, sebelumnya memang ada imbauan dari aparat agar warga membubarkan diri. Namun, warga berkeputusan tetap bertahan. Warga hanya mau membubarkan diri apabila ada upaya duduk bersama melalui perundingan. "Kalau ada jalur diplomasi, kami mau. Tapi polisi mau membubarkan paksa," jelas Lubis. Akhirnya, insiden itu pun terjadi. Massa warga yang terpecah-pecah membakar Polsek Sape, dan kantor DPRD Bima.
Blokade ini buntut kemarahan warga setelah Pemerintah Kabupaten Bima menerbitkan SK 188 tentang Eksplorasi Pertambangan Emas di Kecamatan Sape dan Kecamatan Lambu. Dalam SK itu Pemerintah Kabupaten Bima hanya mengizinkan perusahaan tertentu menambang emas. SK itu menyebut pertambangan tradisional warga sebagai tindakan melawan hukum. Hal ini dinilai diskriminatif dan merugikan warga Lambu.
0 komentar:
Posting Komentar