Jakarta - Pagi-pagi sekali sebanyak 28 orang berkumpul dalam sebuah ruangan di sebuah hotel di kawasan Puncak, Bogor, Jawa Barat. Sabtu (14/05/2011) pagi itu, mereka berkumpul untuk merayakan HUT berdirinya negara Israel. Anggota komunitas Yahudi itu menyanyikan lagu kebangsaan Isael, Hatikva, setelah sebelumnya menyanyikan lagu Indonesia Raya.
Rabbi Yaakov Baruch lantas membaca halil, doa umat Yahudi. Setelah itu mereka melakukan diskusi soal rencana kerjasama investasi dan bisnis antara pengusaha pengikut Yahudi yang ada di Indonesia maupun di Israel. Tidak ada pengibaran bendera Israel saat itu.
"Acara yang kami lakukan mulai jam 06.00 WIB itu, tertutup dan di dalam ruangan. Jadi tidak mungkin kami melakukan acara pengibaran bendera," kata Benjamin Ketang, Diretur Eksekutif Indonesia-Israel Pubic Affair Committe (IIPAC), saat dihubungi detikcom.
Saking tertutupnya acara, wartawan pun tidak diperkenankan datang meliput. Acara peringatakan HUT Israel sengaja dilakukan tertutup untuk menghindari kesalahpahaman dengan masyarakat di Indonesia.
"Kita mengerti psikologi massa di Indonesia. Takutnya acara yang kami gelar disalahpahami. Padahal sebagai komunitas pro lobi Israel ini kita sangat respek bagaimana menjalin strategi, pemberdayaan dan kerjasama ke depan, state to state," kilahnya.
Benjamin, yang mengaku beragama Yahudi ini menambahkan, para peserta yang datang semuanya beragama Yahudi. Mereka ada yang warga negara Indonesia, ada juga warga negara asing, seperti Singapura dan Amerika Serikat (AS), bahkan keturunan Irak. Tapi warga asing tersebut seluruhnya bekerja di Indonesia.
Dalam peringatan HUT Israel kali ini IIPAC mengambil tema "Mutual Responsibility Trust Good Will" . Tema ini, kata Benjamin, sengaja diambil lantaran dalam pertemuan memperingati HUT Israel itu juga dibicarakan strategi dalam melakukan investasi dan bisnis di Indonesia.
Meski dilakukan secara tertutup, tetap saja acara tersebut mendapat sorotan dari banyak kalangan. Pasalnya, sebelum IIPAC menggelar acara HUT Israel di Puncak, Komunitas Pecinta Israel, yang dimotori Unggun Dahana akan menggelar acara serupa di Jakarta. Tapi tidak diizinkan Mabes Polri.
"Harusnya kan tidak boleh. Karena tidak ada izin. Padahal setiap acara yang berpotensi menimbulkan keramaian harus dilaporkan ke Mabes Polri. Tapi nanti kita akan selidiki," ujar Kadivhumas Polri Irjen Pol Anton Bachrul Alam kepada wartawan di Jakarta.
Sebelumnya, Mabes Polri memang menolak memberi izin peringatan HUT Israel yang akan diadakan Komunitas Pecinta Israel. Alasan penolakan itu lantaran waktu yang diajukan komunitas yang dimotori Unggun Dahana itu sangat mepet.
Tapi diam-diam sejumlah umat Yahudi yang ada di Indonesia mengadakan acara tersebut di Puncak. Meski tanpa acara pengibaran bendera, namun prosesi itu tetap saja menuai kontroversi.
"Komplotan tersebut harus dipanggil untuk dimintai keterangan. Polisi tentu berhak melakukan penyelidikan secara khusus," tegas Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso.
Tindakan yang dilakukan 28 orang tersebut dianggap sangat melukai nurani masyarakat Indonesia. Selain itu, tindakan tersebut sangat berpotensi mengganggu ketentraman masyarakat.
"Selain salah kaprah juga sangat melukai perasaan mayoritas masyarakat kita. Jika tidak berizin, polisi berhak menindak pelaku dalam acara tersebut. Apalagi ini bisa menimbulkan provokasi dan gejolak masyarakat," tegasnya.
Sementara Unggun Dahan, pimpinan Komunitas Pecinta Israel saat dihubungi detikcom menyangkal ikut-ikutan dalam acara HUT Israel di Puncak.
"Saya tidak tahu sama sekali, saya kan sudah membatalkan acara tersebut. Saya juga tidak tahu kenapa acara tersebut bisa tetap berjalan. Semua tanpa sepengetahuan saya," elak Unggun.
Meski demikian, Unggun mengaku mengenal sosok Benjamin Ketang. Tapi sudah lama Benjamin tidak tinggal di Jakarta sehingga sudah tidak ketemu lagi. Soalnya Benjamin saat ini tinggal di Jember.
Unggun sendiri mengaku telah membatalkan upaya HUT Israel. Namun sekalipun upacara batal, Unggun tetap memperingatinya dengan cara yang berbeda.
"Saya telah membuat event di jejaring sosial facebook untuk mengadakan acara nonton bersama yang tempatnya masih belum dapat dipastikan di mana. Tapi siapa saja boleh ikut acara tersebut," pungkasnya.
Mabes Polri hingga kini masih menyelidiki perayaan HUT Israel. Polri sudah menegaskan setiap perayaan atau kegiatan yang berpotensi menimbulkan konflik untuk melapor. Apalagi Departemen Luar Negeri telah mengatakan perayaan HUT Israel tidak diperbolehkan di Indonesia.
"Kan tidak ada izin. Dari kita juga tidak ada izin," kata Kadiv Humas Polri Irjen Pol Anton Bachrul Alam.
5000 KOMUNITAS YAHUDI INDONESIA PILIH SEMBUNYI
Jakarta - Perayaan kemerdekaan Israel di Puncak membuka keberadaan komunitas Yahudi di Indonesia. Selama ini komunitas ini melakukan acara secara sembunyi-sembunyi. Mereka hati-hati karena tidak ingin menjadi korban pembantaian.
Meski sembunyi-sembunyi, tapi ternyata komunitas ini memiliki sejumlah organisasi. Organisasi tersebut antara lain Indonesia-Israel Public Affairs Committee (IIPAC).
IIPAC yang berdiri di Indonesia pada 21 Januari 2001 itulah yang menggelar perayaan kemerdekaan Israel di Puncak. LSM ini didirikan Benjamin Ketang, pria kelahiran Jember, Jatim.
IIPAC bertujuan melakukan kerjasama dengan lembaga Israel, Yahudi Internasional dan melindungi hak-hak warga Yahudi dan keturunan Yahudi di Indonesia serta memajukan kerjasama bisnis, investasi, IT dan pendidikan tinggi dengan universitas di seluruh dunia.
Salah satu gerakan yang dilakukan IIPAC, seperti yang tertulis dalam situsnya, adalah mendukung pecalonan presiden, para menteri, gubernur, bupati dengan pendanaan dari 10% dana Social Corporate Responsibility (CSR) dan hibah atau dana grant dari pendukung internasional.
Benjamin mengaku, saat ini anggota IIPAC sebanyak 4.850 orang. Mereka adalah keturunan Yahudi yang tersebar di Indonesia. Umumnya mereka berprofesi sebagai pengusaha, pekerja di perusahaan migas, dan dosen.
"Mereka bukan hanya warga negara Indonesia. Tapi ada yang dari Singapura dan AS. Tapi mereka bekerja dan tinggal di Indonesia," jelas Benjamin.
Saat ini, di situs IIPAC juga tertulis, kantor pusat IIPAC beralamat di Jalan Imam Bonjol, Desa Krajan Tamansari, Kecamatan Wuluhan, Jember, Jawa Timur.
Sekalipun anggota IIPAC seluruhnya merupakan keturunan Yahudi, tapi kegiatan IIPAC itu sendiri murni bisnis. Bukan kelompok peribadatan. Sebab sampai saat ini mereka masih takut melakukan ibadah secara terbuka.
Saat ini baru di Manado, umat Yahudi sedikit terbuka dalam beribadah. Di Manado dan sekitarnya, setidaknya ada dua bangunan khas Yahudi. Yakni, tempat ibadah atau yang biasa disebut sinagog dan menorah setinggi 62 kaki.
Sinagog berada di Tondano, Kabupaten Minahasa, sekitar 35 kilometer dari Manado. Sedangkan menorah terletak di atas bukit Gunung Klabat di Kabupaten Minahasa Utara, sekitar 20 kilometer dari Manado.
Sementara di daerah lain mereka melakukan peribadatan secara tertutup. Mereka hanya melakukan doa-doa saja setiap Sabat (Sabtu). Mereka biasanya hanya berdoa mulai jam 18.00 sampai selesai, di rumah masing-masing.
Bukan hanya ibadah yang dilakukan sembunyi-sembunyi. Dalam kartu identitasnya pun agama yang mereka anut juga disembunyikan. Misalnya di KTP mereka menulis agama mereka Islam atau Kristen.
Benjamin sendiri menggunakan agama Islam dalam kartu identitasnya dengan nama Nur Hamid Ketang. Benjamin, yang merupakan jebolan Hebrew University of Jerusalem, beralasan, mereka sengaja menyembunyikan identitas maupun peribatadan lantaran takut dibantai.
"Saat ini kekerasan di Indonesia masih sering terjadi. Misalnya dalam kasus Ahmadiyah. Jadi kami sangat takut menjadi korban Holocaust (pembantaian Nazi terhadap Yahudi)," aku Benjamin.
Takut Dibantai, 5 Ribuan Yahudi Pilih Sembunyi
Selain dari kalangan pebisnis dan pendidik, juga ada keturunan Yahudi yang saat ini menjadi selebriti. Benjamin menyebut nama Ahmad Dhani, bos manajemen Republik Cinta.
"Saya pernah bertemu dan berbincang-bincang dengan Dhani beberapa tahun lalu. Saat itu Dhani bertanya apakah benar kalau ibunya keturunan Yahudi. Setelah dia sebut nama ibunya, saya katakan benar ibunya adalah keturunan Yahudi," jelasnya.
Dalam pertemuan itu, Dhani menyebut kalau ibunya bernama Askelnadi. Mendengar nama itu, Benjamin lalu memastikan kalau ibunya keturunan Yahudi yang dalam bahasa Ibraninya bermarga Separd.
Marga Separd merupakan tokoh Yahudi yang disegani di Asia Tenggara. Setelah pertemuan itu Benjamin tidak pernah lagi bertemu dan ngobrol-ngobrol dengan Dhani.
Dhani telah membantah dirinya merupakan Yahudi. Keluarga Dhani menganggap kabar yang mengaitkan mereka dengan Yahudi merupakan fitnah. "Disebutkan ibu saya, menikahi ayah saya karena butuh perlindungan. Karena ibu saya Yahudi. Kalau itu fitnah bisa kenakan pasal 310 dan pasal 311," kata Dhani.
Meski ada sekian banyak penganut Yahudi di Indonesia, namun menurut Benjamin di Indonesia hanya ada satu Rabbi. Dia adalah Rabbi Yaakov Baruch yang tinggal di Manado. Di ibukota Sulawesi Utara tersebut, setidaknya ada 500 orang pengikut Yahudi. Menurut Benjamin, Rabbi Yaakov Baruch, memimpin doa dalam perayaan HUT Israel di Puncak.
Namun Kepala Biro Infokom Komunitas Yahudi di Indonesia Irvan Grosman membantah Rabbi Yaakov ikut dalam acara tersebut. Yaakov Baruch berada di Manado sampai hari Minggu (17/5/2011). Ia menuding Benjamin telah memfitnah. Komunitas Yahudi Indonesia tidak mau bertanggung jawab atas gerakan yang digalang Benjamin cs.
Komuniyas Yahudi Indonesia, tegas Irvan, sama sekali tidak tahu menahu dengan penyelenggaraan perayaan kemerdekaan Israel. "Komunitas kami menghormati pemerintah dan rakyat Indonesia. Kami tidak pernah ada niatan untuk melukai hati bangsa dan tanah air ini," tegas Irvan.
0 komentar:
Posting Komentar