TRIBUNNEWS.COM - Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) melalui Bapak Sri Kolaka telah menyimpulkan bahwa crop circle yang terjadi di Yogjakarta adalah buatan manusia, hal ini berdasarkan temuan bahwa ada bekas tekanan dan ada patok sebagai alat bantu untuk membuat crop circle tersebut.
Saya sangat menyayangkan kesimpulan tersebut, karena hanya didasarkan pada pengamatan di lapangan saja. Metode penelitian Lapan tersebut sama sekali tidak ada bedanya dengan metode polisi mengolah TKP (tempat kejadian perkara), hanya dengan memeriksa kondisi fisik lokasi dan sekitarnya, sangat jauh dari metode metode ilmiah yang sudah ada, apalagi Lapan merupakan lembaga research, yang tentunya juga dapat mengembangkan metode yang lebih scientific.
Dengan metode TKP tersebut, harusnya Lapan yakin betul bahwa tidak ada orang yang telah melewati atau berjalan di daerah crop circle, karena hal ini akan membuat bias.
Satu metode yang sudah popular untuk membedakan apakah crop circle tersebut buatan manusia atau bukan adalah dengan meneliti ruas ruas batang/stem. Metode ini sudah banyak dipakai di seluruh dunia. Karena crop circle yang asli, akan mengalami perpanjangan pada titik titik ruas. Perpanjangan tersebut tidak dapat dilakukan oleh manusia.
Sedangkan crop circle buatan manusia, tidak akan mengalami perpanjangan pada titik ruasnya dan pada titik belokan (bagian sudut) pasti akan terjadi patahan atau retak. Hal ini karena adanya tekanan paksa. Sifat dari lapisan luar batang (tissue) sebenarnya tidak elastis, gampang patah.
Metode yang lain adalah dengan menganalisa sample tanah di laboratorium, apakah ada perbedaan magnetik atau campuran unsur lain dibandingkan dengan yang bukan daerah crop circle.
Saya tidak mengatakan bahwa crop circle yang di Yogja adalah buatan manusia atau bukan. Karena ada juga crop circle yang benar-benar terbukti buatan manusia. Tapi sebaiknya para ilmuwan yang dari Lapan tersebut, dan ilmuan lainnya melakukan penelitian lebih mendalam terlebih dahulu.
Selain karena sudah menarik perhatian masyarakat Indonesia, juga dunia. Dan kita juga harus tetap terbuka dengan kemungkinan lainnya, mungkin saja sesuai hal yang baru telah datang menghampiri kita tanpa disadari.
Saya tetap menyarankan agar Lapan mendalami lebih dalam fenomena tersebut, dengan membawa sampel batang, buah dan tanah ke laboratorium. Karena metode sains dan polisi dalam memecahkan masalah seharusnya berbeda.
*Wahyu Sunduseng,mahasiswa master bidang ilmu pertanian, Universitas Bonn, Jerman
0 komentar:
Posting Komentar